Selasa, 01 Juni 2010

cinta

Sebut saja IW (bukan nama sebenarnya), usia 14 tahun. Sudah 5 tahun Ia bekerja, disalah satu home industri konveksi di Solo. Sudah 4 tahun Ia tidak sekolah lagi, dikarenakan sudah tidak ada yang sanggup membiayai kebutuhan sekolahnya. Meski Ia masih bercita-cita ingin melanjutkan sekolahnya, akan tetapi keinginan itu Ia kubur dalam-dalam, sebab biaya sekolah yang begitu tinggi, tidak mungkin akan bisa terbayarkan. Apalagi sebagai anak yang tertua dari tiga bersaudara, sangatlah tidak mungkin bagi IW untuk terlalu berharap banyak pada orang tuanya untuk melanjutkan sekolahnya. Sebab ayah IW yang berprofesi sebagai supir becak, dan ibunya sebagai kuli panggul di pasar tentunya sangat sedikit sekali penghasilannya. terkadang upah dari hasil kerja orang tuanya, masih jauh dari mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.

Oleh karena itu, untuk membantu kebutuhan sehari-hari, IW terpaksa harus bekerja. Proses mencari pekerjaan inipun bagi IW bukanlah perkara mudah. Selain dibutuhkan ketrampilan yang memadai, juga perlu adanya koneksi, yang bisa meyakinkan si pemilik usaha percaya dan mau merekrutnya sebagai buruhnya. Selama ini, ketrampilan yang dimiliki IW hanyalah menjahit, yang dia peroleh sewaktu kursus di tetangganya.

Sehari-hari IW harus berangkat kerja mulai pukul 06.00, dengan berjalan kaki dari rumahnya menuju jalan raya, yang berjarak sekitar 500 meter. Setelah itu, Ia harus naik angkutan umum. IW berusaha untuk berangkat lebih pagi, agar sampai ditempat kerjanya tepat waktu. ditempat kerjanya ini, hingga sampai saat ini, IW mendapat jatah untuk memasang kancing baju. Selama bekerja di konveksi, Ia menerima upah mingguan sebesar Rp.60.000. Tentu uang sebesar itu jauh dari mencukupi. Akan tetapi tekat IW bekerja adalah bagaimana Ia bisa membantu untuk meringankan beban orang tuanya.

Keterpaksaan anak-anak bekerja, sebagaimana yang dialami oleh IW bukanlah hal yang luar biasa, sebab masih banyak anak-anak di pedesaan ataupun di perkotaan yang mengalami nasib yang sama, atau bahkan lebih tragis dari itu.

yang patut menjadi pertanyaan adalah, haruskah ana-anak tersebut bekerja dianggap sebagai kewajaran atau sesuatu yang harus disikapi? lalu sikap seperti apa yang harus dilakukan?

1 komentar:

  1. Nasib anak-anak indonesia memang memprihatinkan, apalagi dg minimnya perhatian Pemerintah

    BalasHapus