Kamis, 15 Juli 2010

Tolak Penetapan Hasil Seleksi Calon Anggota KPAI 2010-2013

Dinilai Cacat Hukum dan Banyak Kejanggalan:
Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Anak Tolak Penetapan Hasil Seleksi Calon Anggota KPAI 2010-2013

Jakarta – Siaran Pers

Kami, Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Anak diwakili oleh Prof. Irwanto, Ph.D yang didamping oleh beberapa angota lainnya menyatakan sikap menolak penetapan hasil seleksi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menetapkan 18 orang nama-nama yang lolos dalam panitia seleksi yang diumumkan Jumat (8/07/2010) pekan lalu.
Penolakan ini didasarkan banyaknya temuan berupa kejanggalan dan cacat hukum selama proses seleksi dan penetapan, antara lain:

1. Kami menemukan nama-nama yang masih aktif sebagai pengurus KPAI, termasuk Ketua yang tidak melepaskan jabatan ketika dilakukan seleksi.
2. Pengurus lama yang mendaftar sebagai Calon anggota KPAI tahun 2010-2013 diduga adalah pihak-pihak yang juga ikut menentukan anggota panitia seleksi.
3. Ada anggota panitia seleksi yang berasal dari staf Ahli KPAI yang masih di lingkungan internal KPAI sehingga sangat diragukan independensinya.
4. Jika ditinjau nama-nama yang lolos dalam seleksi yang dilakukan oleh panitia seleksi, banyak anggota terpilih yang diragukan rekam jejaknya dalam bidang perlindungan anak di Indonesia.
5. Patut diperiksa ulang, sejauh mana anggota terpilih mempunyai unsur-unsur dalam latar belakang mereka (misalnya unsur Orsos) yang sama
6. Karena keanggotaan KPAI diwakili oleh unsur-unsur dalam masyarakat, maka perlu diperiksa ulang sejauh mana terjadi pergeseran unsur dalam hasil akhir pemilihan.

Seperti dikabarkan sebelumnya, KPAI telah melakukan uji publik yang diumumkan di harian nasional dan TV Swasta. Namun hingga saat ini hasilnya belum dikomunikasikan secara transparan. Jika dilihat dari hasil seleksi yang baru saja diumumkan, maka tidak dapat dipungkiri adanya kesan bahwa “uji publik” tersebut dilakukan hanya sebagai upaya formalitas yang hasilnya sebenarnya telah ditentukan terlebih dahulu (pre-contemplated), sehingga calon-calon yang secara publik dikenal sebagai aktivis hak-hak anak justru tidak terpilih. Seharusnya, misalnya, ada berita acara mengenai bagaimana nilai ujian pengetahuan dan uji publik digunakan dalam menentukan pemilihan dan hasil akhir.
Untuk menghindari kesan bahwa dalam seleksi telah terjadi konspirasi dan penjegalan terhadap orang-orang yang berkompeten, berpengalaman (mempunyai rekam jejak yang jalas) dan berkomitmen tinggi dalam perlindungan anak di negeri tercinta ini, proses seleksi dan mekanisme perlu direview ulang. Dengan demikian, KPAI sebagai sebuah lembaga negara berbasis HAM yang independen melakukan tugasnya secara transparan, fair, dan bertanggung-jawab/akuntabel.

KPAI yang berdiri tegak, professional, dan fair adalah kepentingan semua orang yang peduli terhadap perlindungan anak. Oleh karena itu, kami menghimbau semua pihak mendukung upaya penyelamatan masa depan KPAI.
Kami meminta dengan hormat kepada DPR RI untuk tidak melakukan fit and proper test terhadap nama-nama yang ditetapkan oleh panitia seleksi sebelum memeriksa ulang proses dan mekanisme seleksi. Kami juga memohon kepada Presiden RI Bapak Dr. Susilo Bambang Yodhoyono untuk melakukan penetapan ulang panitia seleksi yang lebih kredibel, professional dan mempunyai keahlian dalam melakukan seleksi terhadap anggota KPAI Periode 2010-2013.
Informasi lebih lanjut silahkan hubungi Prof. Irwanto (Hp 08129310764) atau Ahmad Sofian (hp. 0818650280)
Jakarta, 14 Juli 2010

Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Anak

1. 1. Prof Irwanto, Ph.D (Presiden ECPAT Affiliate Group Indonesia)
2. Drs. A. Taufan Damanik, MA (Anggota ACWC, Working group for CRC, Ketua Yayasan KKSP)
3. Mohammad Farid (mantan anggota KOMNAS HAM dan pengamat masalah anak)
4. Edy Ikhsan, SH. MA (Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka Indonesia)
5. Ahmad Sofian, SH.MA (Direktur Eksekutif Pusat Kajian dan Perlindungan Anak/PKPA Medan)
6. Achmad Marzuki (Direktur JARAK Indonesia)
7. Odi Salahuddin (Direktur Yayasan SAMIN Yogyakarta)
8. Majda El Muhtaj (Kepala Pusat Studi HAM Universitas Negeri Medan)
9. Gefarina Djohan (staf pengajar UIN)
10. Siti Hajar (Pengurus LPA Lampung)
11. Priyono Adi Nugroho (Sekretaris LPA Jawa Timur)
12. Maria Yohanista Erowati (IMADEI)
13. Anna Sulikha (Yayasan Bandungwangi)
14. Herman Mustamin (ERKA)
15. Maria C.Bastiani (BMS Sejati)
16. Dede Suhendri (Yayasan LADA Lampung)
17. Tabrani Yunis (CCDE Aceh)
18. Hening Budiyawati (Koordinator Yayasarn Setara Semarang)
19. Zainul Abidin (Direktur Yayasan SARI Solo)
20. Fathuddin Muchtar (Mahasiswa dan Aktivis Hak Anak)
21. Tamami Zein (Yayasan Bahtera Bandung)
22. Nasruddin (Yayasan Dinamika Indonesia, Bekasi)
23. Gunardi (Yayasan Alit Surabaya)
24. Arifin Alapan (YSSN Pontianak)
25. Hari Wibowo (Human Rights Defender, Jakarta)
26. Dian (Yayasan SANTAI Mataram)
27. Irwan Setiawan (Yayasan Setara Kita Batam)
28. Rian Dewi Lestari (Yayasan KASEH PUAN Tj Balai Karimun)
29. Rohman (peneliti masalah anak, Blitar, Jawa Timur)
30. Wisnu Prasadja (Yayasan Kusuma Buana Jakarta)
31. Fatah Muria (Direktur Perisai Semarang)
32. Andi Akbar (LAHA – Bandung)
33. Fadhillah Wilmot, s.pd.I (Direktur YPMG Aceh)
34. Distia Aviandari (Direktur LAHA Bandung)
35. Susilo Adinegoro (Sanggar Akar)
36. Antarini Arna, SH.LLM (Ketua Yayasan Pemantau Hak Anak Jakarta)
37. Aida Milasari (Direktur Gema Rumpun Perempuan Jakarta
38. Anwar Solichin (Ketua Yayasan LPKP Malang)
39. Soni F Tios (Yayasan PEKA Manado)
40. Aye Sudarto (LAMBANG Lampung)
41. Nur Azizah (Yayasan Anak dan Perempuan)
42. Heny Yusriana (Yayasan Pelita Ilmu Jakarta)
43. Mashudi (APPSI Jakarta)
44. Damairia Pakpahan (Perkumpulan Rumpun, Yogyakarta)
45. Edy sunarwan (pemerhati masalah pekerja anak di Sumatera Utara).
46. Misran Lubis (Aktivis Anak PKPA Medan)

Rabu, 07 Juli 2010

Mungkin berita ini terasa usang, namun jangan alihkan dulu pandangan kita, coba baca didalamnya, ada hal yang cukup penting dan pantas untuk disajikan kembali sebagai pengingat kita yang selama ini masih bekerja atau peduli dengan permasalahan anak.
Tulisan ini diambil dari http://www.atmajaya.ac.id/content.asp?f=0&id=4582.

Oleh karena itu, kami hanya ingin mengucapkan selamat membaca dan resapi, lalu mari bergerak bersama (tentunya juga dengan anak-anak) untuk memperjuangkannya.


IRWANTO ARUSUTAMAKAN HAK ANAK
Sabtu, 2 Agustus 2008 | 00:58 WIB

Jakarta, Kompas - Disaksikan lebih dari 100 hadirin, Jumat (1/8), Irwanto PhD dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Atma Jaya, Jakarta. Suatu pencapaian luar biasa mengingat jalan panjang yang dilewatinya: kelumpuhan pada lebih dari separuh tubuh yang membatasi ruang geraknya sejak 2003 akibat kesalahan medis.

Irwanto adalah ikon. ”Ia berhasil mengubah malapetaka menjadi peluru semangat untuk berjuang, untuk merebut kembali setiap peluang yang ada,” kata Rektor Universitas Atma Jaya Prof Dr FG Winarno.

Seusai membacakan pidato ilmiahnya yang berjudul ”Mengarusutamakan Hak-hak Anak dalam Pembangunan Nasional: Perspektif Ekologi Perilaku Manusia”, Irwanto mendapat tepukan tangan panjang. Di antara yang hadir tampak Ny Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Saparinah Sadli, dan Melly G Tan.

Dilahirkan di Purwodadi, Jawa Tengah, 28 Februari 1957, minat Irwanto pada persoalan anak sudah muncul sejak kuliah di psikologi Universitas Gadjah Mada. Ketika mendapat beasiswa Fullbright untuk S-3, minat ini ia perdalam di Jurusan Studi-studi Keluarga dan Perkembangan Anak Universitas Purdue di West Lafayette, Indiana, Amerika Serikat.

Paradoks anak

Menurut Irwanto, pembangunan manusia modern memunculkan paradoks tentang anak: mereka diakui sebagai masa depan kemanusiaan, tetapi sekaligus menjadi kelompok penduduk paling rentan karena sering diabaikan dan dikorbankan dalam proses pembangunan.

Ambruknya infrastruktur pembangunan karena krisis moneter, sosial, dan politik 1997/1998, serta terserapnya dana pembangunan untuk membayar utang, mengatasi dampak konflik dan bencana alam, membuat pembangunan sumber daya manusia di Indonesia terabaikan. Indeks pembangunan sumber daya manusia Indonesia 2008 di peringkat 108, lebih rendah dari Vietnam yang di 105.

Rinciannya, antara lain, angka kematian bayi 34-111 anak per 1.000 kelahiran hidup, gizi buruk pada anak usia balita 13,34 persen, dan rendahnya angka partisipasi sekolah (93,54 persen di tingkat SD, 66,52 persen di SMP, 43,77 persen di SMA, dan 8,87 persen di perguruan tinggi).

Di bidang hukum, anak-anak Indonesia menjadi korban produk hukum yang korup dan mekanisme hukum yang tidak efektif. Diperkirakan lebih dari 40 persen bayi baru lahir tidak mempunyai akta kelahiran. ”Anak-anak kita juga harus menerima kenyataan bahwa pada usia delapan tahun, ia dapat dihukum kurungan jika melawan hukum dan dengan proses peradilan yang lama, 6,5 bulan,” ujar Irwanto, ayah Astrid (21) dan Indy (16).

Untuk mengatasinya, Irwanto mengingatkan pentingnya mempertimbangkan Konvensi Hak Anak (KHA) sebagai dasar kebijakan pembangunan di Indonesia. ”Pengarusutamaan KHA dimaksudkan untuk memperkuat peran dan tanggung jawab negara. Kualitas hidup anak tidak dapat diserahkan kepada orangtua dan komunitasnya saja karena negara juga berkepentingan memiliki generasi penerus berkualitas,” katanya. (nes/mh).

published by:damaj/m&pr